MAKASSAR | Setop Perkawinan Usia Anak , Pelaksana Harian Sekretaris Daerah (Plh Sekda) M/membuka Diskusi Publik Setop Perkawinan Usia Anak dalam rangka memperingati Hari Anak Nasional Tingkat Provinsi Sulsel Tahun 2023. Kegiatan ini dilaksanakan di Hotel Remcy Makassar, Kamis, 10 Agustus 2023.
Menurut Andi Darmawan Bintang, hal ini perlu diawasi dan dievaluasi bersama, karena ini sebagian besar dari pelaksanaan undang-undang. Tentu disadari bersama bahwa berbagai permasalahan yang dihadapi terutama anak-anak kita dalam perkembangannya mulai dari perundungan kemudian kekerasan fisik dan psikis, stunting, putus sekolah, hingga yang terakhir adalah perkawinan anak.
“Tentu persoalan-persoalan ini menjadi bagian dari sebuah masalah yang akan mengancam generasi kita di masa akan datang. Terlebih lagi, kita mempunyai target untuk mencapai yang disebut dengan generasi emas pada tahun 2045,” ucapnya.
Setop Perkawinan Usia Anak Ia menjelaskan, perkawinan anak merupakan sebuah masalah yang sangat kompleks. Tentu beberapa alasan yang selalu dikemukakan bahwa salah satu persoalan yang melatarbelakangi perkawinan anak ini adalah karena persoalan-persoalan sosial dan ekonomi. Selain itu, lingkungan yang berada di sekitar anak-anak juga menjadi bagian yang menyebabkan terjadinya perkawinan anak.
“Ada ikutan atau dampak-dampak lain yang akan terjadi, yang ditengarai atau berpotensi terjadi bila perkawinan anak ini terjadi. Yaitu terjadinya resiko putus sekolah, masalah kesehatan, secara mental yang belum siap, dan tentu hal ini akan menjadi sebuah pemicu atau berpotensi menjadi pemicu terjadinya percekcokan yang berujung pada perceraian,” terangnya.
Menurut Andi Darmawan Bintang, tradisi dan budaya merupakan bagian dari kehidupan masyarakat yang perlu dihormati. Namun, tradisi tersebut tidak pula menghilangkan hak asasi anak kita dalam perkembangan kehidupan mereka. Apakah itu untuk mendapatkan pendidikan dan perlindungan.
“Di Sulsel, beberapa permasalahan yang berkaitan dengan perkawinan anak ini terjadi karena beberapa daerah banyak yang didasari oleh faktor tradisi atau bagaimana tetap mempertahankan nilai-nilai keluarga yang ada di sekitar mereka,” ungkapnya.
“Untuk itu, ini menjadi tugas kita bersama agar ada penyelesaian terkait dengan ini. Anak-anak kita sebenarnya mau berbicara, hanya saja mereka kurang mempunyai ruang untuk menyalurkan aspirasi, pemikiran, pendapat, dan hal-hal lain yang menjadi persoalan mereka,” kata Andi Darmawan Bintang.
Ia mengusulkan agar semua stakeholder bisa mendengarkan pendapat anak. Terutama yang tumbuh kembangnya mendekati usia perkawinan.
“Bisa didengarkan melalui sebuah dialog non formal yang masing-masing diadakan di sekolah mereka. Mungkin satu kali satu bulan ataukah ada periode waktu tertentu, dimana mereka berbicara ada yang mendengarkan. Tidak hanya dalam lewat forum ini, tetapi ada forum yang menjadi kewajiban bagi sekolah untuk melaksanakan dialog dengan siswa-siswinya untuk mendengarkan aspirasinya, pendapat atau persoalan mereka,” jelasnya.
Hal ini, sambungnya, juga menjadi laporan pada dinas pendidikan, atau pemerintah setempat, hal-hal yang menjadi issue atau hal-hal yang anak-anak pikirkan. Diharapkan, tindakan untuk melakukan pencegahan perkawinan dini tidak hanya dilakukan melalui forum formal, tetapi perlu pula kita lakukan sosialisasi dengan mendatangi sekolah, sehingga ini menjadi pengetahuan yang dapat mereka bawa pulang ke rumah dan menjadi bahan sosialisasi kepada orang tua atau lingkungan keluarga.
“Selain di lingkungan formal sekolah tentu setiap acara kita bisa memberikan salah satu bagian dari materi atau sepenggal dari hal yang kita sampaikan adalah berkaitan bagaimana kita menghormati atau akomodasi apa yang menjadi kepentingan anak-anak kita,” ujarnya.
Hadir dalam kegiatan ini, Kadis P3A Dalduk KB Pemprov Sulsel, hadir via zoom meeting, Ketua DPRD Provinsi Sulsel, Kadis P3A Dalduk KB kabupaten/kota se-Sulsel, Ketua Forum Anak. (**)
Cek Berita dan Artikel yang lain Ikuti saluran PHINISICE SULSEL di [ WhatsApp ]