Parepare — PSM Makassar menutup Liga 1 musim 2024/2025 dengan kemenangan atas Persita Tangerang dalam laga pekan ke-34 yang berlangsung di Stadion Gelora BJ Habibie, Parepare, Sulawesi Selatan. Hasil tersebut memastikan Juku Eja finis di posisi keenam klasemen akhir.
Namun di balik kemenangan itu, atmosfer pertandingan diwarnai aksi protes dari kelompok suporter PSM, PSMFans 1915, yang menyuarakan kekecewaan mereka terhadap manajemen klub dan panitia pelaksana (panpel) pertandingan.
Protes Tarif Tiket dan Sikap Manajemen
Kelompok suporter menyoroti kenaikan harga tiket pasca renovasi stadion yang dinilai tidak sepadan dengan peningkatan fasilitas. Renovasi hanya mencakup penambahan kursi dan pengecatan tribun, tetapi harga tiket melonjak hingga 50%. Tuntutan disampaikan melalui somasi dan pernyataan terbuka, serta aksi boikot dua pertandingan sebelumnya.
Dalam upaya mencari titik temu, PSMFans 1915 telah melakukan dua kali mediasi dengan manajemen dan panpel, namun belum membuahkan hasil. Kelompok suporter menilai manajemen cenderung menghindari tanggung jawab atas persoalan internal klub, termasuk soal keuangan.
Diskusi Akhir Musim dan Isu Flare
Pada 21 Mei 2025, perwakilan suporter dan manajemen kembali bertemu di sebuah kafe di Parepare. Diskusi fokus pada rencana penyalaan flare sebagai bagian dari tradisi akhir musim. Flare direncanakan dinyalakan setelah pertandingan, sesuai regulasi BRI Liga 1 pasal 51 poin a yang melarang aktivitas yang mengganggu jalannya pertandingan.
Namun, H-1 laga, pihak panpel menginformasikan bahwa izin penyalaan flare tidak diberikan karena tidak mendapat persetujuan kepolisian. Alasan tersebut disampaikan tanpa penjelasan rinci.
Ketegangan Jelang dan Saat Pertandingan
Pada hari pertandingan, PSMFans mengajukan klarifikasi terkait distribusi tiket. Koordinasi dilakukan bersama panpel baru dan pihak keamanan. Dua perwakilan suporter diminta menandatangani surat pernyataan terkait tanggung jawab penggunaan flare, meski sebelumnya telah menyampaikan bahwa mereka tidak bisa mengontrol seluruh penonton.
Memasuki babak pertama, suporter melakukan aksi damai dengan orasi di tribun selatan sebagai respons atas insiden pengusiran suporter sebelumnya. Aksi berlangsung tanpa provokasi dan kekerasan.
Saat babak kedua berlangsung, pemeriksaan menuju tribun diperketat. Beberapa anggota suporter mengalami penggeledahan dan penyitaan flare, meski telah membeli tiket secara resmi. Suporter menyatakan bahwa perlakuan tersebut merampas hak kenyamanan mereka sebagai penonton.
Insiden Menjelang Akhir Laga
Pada menit ke-87, flare mulai dibagikan untuk dinyalakan setelah pertandingan berakhir. Namun, terjadi insiden perebutan flare dengan aparat keamanan yang disertai bentrokan fisik. Beberapa pihak, termasuk perwakilan suporter dan polisi berpakaian sipil, mencoba melerai. Suasana kemudian kondusif dan flare dinyalakan sebagai bentuk ekspresi penolakan terhadap tindakan represif.
Setelah laga, suporter meminta manajemen klub menandatangani surat pernyataan sebagai bentuk tanggung jawab. Surat tersebut ditandatangani langsung oleh manajer PSM, Fajrin.
Penahanan Dua Suporter dan Respons Terhadap Media
Usai pertandingan, dua anggota suporter, AR (24) dan N (27), diamankan polisi berdasarkan laporan petugas keamanan stadion. Mereka ditetapkan sebagai tersangka setelah 24 jam pemeriksaan tanpa didampingi pengacara. Padahal, menurut pengacara yang belakangan mendampingi, belum ada bukti sah berupa video, saksi, atau visum yang menguatkan tuduhan.
Keduanya ditahan selama 20 hari untuk kepentingan penyelidikan lebih lanjut. Suporter mengecam proses hukum yang dinilai tidak transparan dan meminta perlakuan adil sesuai hukum yang berlaku.
Selain itu, kelompok suporter juga menyoroti pemberitaan media yang menyebut AR dan N sebagai “dalang kerusuhan” tanpa bukti hukum yang sah. Mereka menyatakan bahwa penggunaan istilah tersebut melanggar asas praduga tak bersalah dan berpotensi menyesatkan publik.