MAKASSAR– Peredaran rokok ilegal di Sulawesi Selatan semakin mengkhawatirkan. Aktivitas ini bukan hanya mengancam pendapatan negara akibat hilangnya penerimaan cukai, tetapi juga menimbulkan dampak negatif terhadap kesehatan masyarakat.
Data terbaru menunjukkan bahwa jumlah rokok ilegal yang beredar di wilayah ini meningkat signifikan.
Potensi kerugian negara diperkirakan mencapai ratusan miliar rupiah setiap tahun akibat tidak masuknya pungutan cukai dari produk-produk ilegal tersebut.
Bea Cukai Sulawesi Bagian Selatan (Sulbagsel) menyatakan telah meningkatkan upaya penindakan terhadap peredaran rokok ilegal.
Sejumlah operasi pemeriksaan, penyitaan, serta kerja sama lintas sektor dengan kepolisian dan kejaksaan terus dilakukan untuk mengungkap jaringan distribusi rokok tanpa pita cukai resmi.
Menanggapi hal ini, Ketua Gerakan Poros Muda Sulawesi Selatan, Haidir, menyampaikan keprihatinannya.
Ia menilai penindakan yang selama ini dilakukan belum menyasar aktor-aktor besar di balik produksi dan distribusi rokok ilegal.
“Kami sangat prihatin dengan maraknya peredaran rokok ilegal di Sulawesi Selatan. Tanpa langkah konkret untuk menindak pemilik usaha besar, pemberantasan hanya akan menjadi formalitas hukum tanpa realisasi nyata,” ujar Haidir, Sabtu (5/7/2025).
Haidir juga mendesak Bea Cukai Sulbagsel agar lebih aktif dan terbuka dalam memberantas peredaran rokok ilegal.
Ia menekankan pentingnya tindakan nyata dan konsisten untuk memutus rantai produksi dan distribusi rokok tanpa izin.
Sebagai bentuk aksi nyata, Gerakan Poros Muda Sul-Sel berencana menggelar konsolidasi serta aksi demonstrasi di kantor Bea Cukai Sulbagsel.
Aksi ini bertujuan menuntut peningkatan pengawasan serta penindakan tegas terhadap peredaran rokok ilegal.
Pemberantasan rokok ilegal dinilai perlu melibatkan semua pihak pemerintah, penegak hukum, masyarakat, dan pelaku industri rokok legal agar dampak ekonomi dan kesehatan dapat ditekan.
Dengan kerja sama yang solid, diharapkan peredaran rokok ilegal di Sulawesi Selatan dapat diminimalisasi dan pendapatan negara kembali optimal.