MAKASSAR – Peredaran rokok ilegal di Indonesia kian meresahkan, menyebabkan kebocoran penerimaan negara dari cukai.
Data Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) menunjukkan ratusan juta batang rokok ilegal telah disita dalam enam bulan pertama tahun ini.
Untuk mengatasi masalah ini, pemerintah telah membentuk Satuan Tugas Nasional Pemberantasan Barang Kena Cukai Ilegal, dengan fokus utama memberantas rokok ilegal yang merugikan negara dan industri legal.
Wakil Ketua Komisi XI DPR RI, M. Hanif Dhakiri, menyebut pembentukan Satgas ini sebagai langkah strategis.
”Satgas ini langkah strategis. Negara harus hadir secara tegas untuk menjaga penerimaan negara dari sektor cukai dan melindungi industri yang taat aturan dari serbuan barang ilegal,” ujar Hanif di Jakarta, Jumat (18/7/2025).
Data DJBC hingga 6 Juli 2025 mencatat 4.214 penindakan dalam Operasi Gurita, dengan total 195,4 juta batang rokok ilegal disita.
Di Jawa Timur saja, nilai barang sitaan mencapai Rp80 miliar, dengan potensi kerugian negara yang berhasil dicegah sekitar Rp48 miliar.
Hanif menegaskan bahwa kebocoran penerimaan akibat rokok ilegal tidak bisa lagi dibiarkan. Penindakan juga penting karena daya beli masyarakat yang melemah turut menekan industri hasil tembakau (IHT), menyebabkan produksinya turun 4,2% secara Year-on-Year (YoY) pada kuartal I 2025.
Ia juga menekankan pentingnya kolaborasi lintas sektor—Bea Cukai, TNI, Polri, pemerintah daerah, hingga Satpol PP—agar pengawasan semakin kuat di daerah rawan distribusi rokok ilegal.
”Ini kerja besar. Perlu sinergi nasional. Satgas bukan hanya simbol, tapi harus benar-benar jadi alat untuk menutup semua celah distribusi ilegal di berbagai wilayah,” tegasnya.
Komisi XI DPR RI memastikan akan mengawal efektivitas Satgas, baik dari sisi anggaran maupun regulasi. Hanif mendorong evaluasi berkala agar kebijakan ini benar-benar berjalan dan tidak berhenti hanya pada deklarasi.
Terpisah, Koordinator Poros Muda Sulsel, Haidir, mengungkapkan bahwa peredaran rokok ilegal di Sulawesi Selatan memiliki unsur yang jelas.
Pihaknya telah menyerahkan sejumlah bukti laporan kepada pihak Bea Cukai Sulbagsel, termasuk lokasi gudang penyimpanan rokok ilegal.
”Selain sejumlah poin tuntutan, sejumlah bukti (lokasi gudang) juga sudah kita serahkan kepada pihak Bea Cukai,” ungkapnya.
Haidir berharap pihak Bea Cukai tidak tutup mata dan tidak memberikan kesan melindungi para pelaku rokok ilegal yang jelas-jelas merugikan negara.
”Harusnya pihak Bea Cukai langsung melakukan upaya penindakan karena sudah ada bukti yang sangat jelas kami serahkan,” terangnya.
”Jika bukti telah kami berikan namun pihak Bea Cukai belum melakukan penindakan. Tentu akan menjadi pertanyaan, apakah para pelaku ini cukup kuat untuk dilindungi? atau ada apa?” sambungnya, menyuarakan kekhawatiran atas lambatnya respons.
Kasus ini menyoroti urgensi penindakan terhadap rokok ilegal serta transparansi dan akuntabilitas aparat penegak hukum dalam menjalankan tugasnya.(*)